Sebagian besar perempuan berkarier
berdalih bahwa tujuan bekerja adalah untuk mencari kesibukan. Meskipun banyak
yang memahami bahwa IRT (read: Ibu Rumah Tangga) termasuk pengangguran, tapi
sesungguhnya menjadi IRT justru pilihan untuk sebuah kesibukan. Bukankah tugas
di rumah tidak ada habisnya? IRT adalah seorang yang multitalenta. Bagaimana
tidak? Bagi saya, IRT sejati bukan hanya sibuk mengurus keluarga saja,
tapi kesibukan IRT bisa lebih dari itu, ia bahkan harus produktif dari
rumah.
Ya, produktif berarti menghasilkan sesuatu. Dengan kata lain, berdaya guna. Jadilah IRT yang memiliki kompeten dan manfaat bagi keluarga maupun masyarakat agar selalu bahagia.
Dan, inilah secuil kisah saya selama menjadi IRT sejati…
***
Tahun 2015, saya beralih profesi dari seorang
guru swasta menjadi IRT seutuhnya demi mengurus anak-anak yang dalam masa
pertumbuhan. Terus terang, saya pernah merasakan stres. Bagaimana tidak? Dari
seorang perempuan pekerja, mendapat gaji, bersenang-senang dengan kawan
kemudian berkutat pada urusan domestik dengan keriuhan balita dan menanti
nafkah suami. Tentu saya harus memaksa diri beradaptasi. Bukan soal itu saja, kestresan
saya juga sebab memikirkan pencapaian terbesar bahwa saya ingin tetap bermanfaat
bagi keluarga serta masyarakat meskipun dari dalam rumah. Hehe. Because,
bagi saya menjadi IRT bukanlah pekerjaan berleha-leha menanti nafkah suami,
tetapi harus ada pencapaian yang ingin dilakukan.
Berat? Sudah pasti. Pusing? Tentu saja emak-emak demikian. Akan tetapi, bukan berarti mustahil dijalani. Ketika dijalani berulang kali dengan penuh ketulusan dan kesabaran, segala hal yang semula jadi tantangan kini berubah menjadi deretan peluang yang bernilai positif.
Lalu bagaimana caranya agar bisa
mencapai cita-cita tersebut? Jawabannya tidak lain kembali kepada diri sendiri.
Jangan sampai tekanan dan
tantangan menghentikan semangat bekerja atau berkarya. Menurut hemat saya,
setidaknya ada empat hal untuk membuat IRT produktif.
Empat Tips Membuat IRT Lebih Produktif:
Pertama, tetapkan tujuan yang ingin
hendak dicapai. Ada kisah tentang seorang syeikh dan
muridnya yang sedang berdialog hendak singgah di sebuah masjid. Sang murid
melihat sepasang sepatu butut di teras masjid yang diyakini milik tukang kebun
yang sedang mengarit rumput di sana. Ia ingin mencandai tukang kebun itu dengan
cara menyembunyikan sepatu tersebut agar membuat suasana bahagia. Lantas sang
syeikh menegur muridnya dan berkata, “Seandainya kamu selipkan selembar uang di
dalam sepatu itu, maka hal itu lebih baik untuk dilakukan jika membuatmu
bahagia.”
Sang murid kemudian melakukan apa yang disarankan oleh gurunya. Setelah mengarit, tukang kebun itu lalu mencuci kaki dan memakai kembali sepatunya. Betapa bahagianya tukang kebun mendapati uang di dalam sepatunya. Ia tak henti mengucap syukur kepada Allah atas rezeki yang diterimanya di saat istrinya sedang sakit dan membutuhkan pengobatan. Pemandangan haru itu disambut oleh murid dan syeikh dari kejauhan. Syeikh tersenyum menepuk pundak muridnya. Murid syeikh akhirnya tahu tidak ada yang lebih membahagiakan ketimbang melihat orang lain bahagia, terlebih ia mendapat pahala dari pertolongan yang ia berikan kepada si tukang kebun.
Sebuah peneliti psikologis kemudian menyimpulkan bahwa rasa syukur dan interaksi sosial yang dihadirkan dengan ketulusan akan membuat bahagia pelakunya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa
yang bersedekah senilai satu butir kurma dari hasil usaha yang halal dan Allah tidak
menerima kecuali yang halal, maka Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya,
kemudian Allah SWT kembangbiakkan sedekah itu untuk orang yang bersedekah
seperti salah satu di antara kalian mengembangbiakkan anak kudanya sehingga
semakin banyak sampai seperti gunung.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ya. Seperti
paparan sebelumnya, tujuan terbesar saya adalah ingin membuat orang-orang di
sekitar saya bahagia. Dan parameter kebahagiaan itu adalah ketika saya bisa
bersedekah seminimal untuk keluarga besar dan kepada masyarakat yang
membutuhkan. Syukur alhamdulillah saya memiliki media partner yang amanah dan cheerfull
bernama LMI (Lembaga Manajemen Infaq).
Mbak Wulan, begitu saya memanggil amil LMI Sidoarjo yang membantu saya selama menjadi donatur. Beliau sangat ramah dan selalu mengupdate info LMI termasuk membagikan bukti screenshoot kuitansi dan e-magazine LMI kepada saya.
Meski jumlah nominal tidak banyak,
kebahagiaan dapat saya rasakan. Terlebih saat ayah saya berpulang akhir tahun
2020 lalu. Saya teringat hadis nabi yang menyampaikan bahwa sedekah merupakan
amalan yang tidak terputus meski orang tersebut telah meninggal. Fokus saya
saat itu kembali ke LMI. LMI memiliki program wakaf sekolah tahfiz. Mengapa
tidak saya atas namakan almarhum ayah sebagai pemberat amalan beliau?
Alhamdulillah sejak ayah meninggal, ayah masih rutin berwakaf untuk anak-anak
penghafal Al-Qur’an, semoga Allah menerima amal almarhum ayah.
Kedua, gali dan temukan potensimu agar bisa berdaya guna. Jika IRT memiliki potensi di bidang memasak, maka ciptakan menu-menu menarik untuk bisa dijual sehingga mendapatkan surplus dari penjualan tersebut. Pun jika memiliki potensi di bidang marketing, IRT dapat membuka toko kelontong di rumah. Lebih marak saat ini jika memiliki potensi mendesain, maka IRT bisa membuka jasa freelance content creator sebagai peluang usaha.
Saya adalah salah satu IRT yang mengikuti komunitas menulis. Mengapa harus merepotkan diri mengikuti kegiatan ini dan itu padahal pekerjaan di rumah cukup membuat repot? Jawabannya satu, komunitas menulis membuat saya bahagia. Komunitas menulis membuat saya lebih disiplin menjalankan rencana.
Menurut Bu Sinta Yudisia dalam seminar kepenulisannya, seseorang yang ingin menjadi penulis harus bisa membuat rencana dan target atas karya yang akan ditulisnya. Kapan dimulainya, dan kapan selesainya. Biasakan menulis tanpa dateline, tanpa diburu waktu. Menulislah dengan tenang sedini mungkin, tanpa bayang-bayang harus mengikuti sebuah event. Menulis dengan senang tidak akan sia-sia. Bisa jadi tulisan-tulisan yang kita buat menjadi tabungan atas karya-karya ke depannya.
Rencana adalah ikhtiar yang ingin saya
lakukan. Terkadang seseorang butuh wadah yang seirama agar konsisten dengan
rencananya. Menulis buku perlu ketekunan, kepiawaian dan masukan agar
menghasilkan karya yang lebih baik dari sebelumnya. Namun tetap saja sehebat
apapun kita merencanakan sesuatu, rencana Allah adalah sebaik-baiknya
rancangan. Karena itu, saya tidak ingin kehilangan kendali. Menulis buku bukan
karena apa dan siapa, tetapi karena Allah semata. Begitu pula mengikuti
komunitas bukanlah tersebab apa dan siapa, tetapi karena Allah Swt.
Nah, alhamdulillah selama ini FLP
Sidoarjo-komunitas saya, terbantu dengan LMI dalam penyelenggaraan kegiatan. Gerakan literasi di kota udang terus digencarkan. Sabtu
(26/6/2022) FLP Sidoarjo bekerja sama dengan Universitas dr. Soetomo dan Balai
Bahasa Jawa Timur menggelar workshop bertema Menyajikan Sastra dan Bahasa dalam
Jurnal Ilmiah di Forum Lingkar Pena Sidoarjo. Acara ini didukung oleh media
partner LMI (Lembaga Manajemen Infaq) Sidoarjo sebagai sponsorshipnya.
Pelaksanaan
workshop jurnal ilmiah ini berangkat dari anggota FLP Sidoarjo yang sebagian
besar adalah para akademisi seperti mahasiswa, guru dan dosen. Sebelumnya,
rerata anggota FLP Sidoarjo banyak melahirkan karya fiksi seperti cerpen,
puisi, pantun, dan novel meskipun akademisi. Oleh karena itu, harapannya ilmu
kepenulisan ilmiah ini bisa menjadi penyeimbang kemampuan anggota di bidang
nonfiksi. Apalagi bagi mereka yang berlatar belakang akademisi, maka dirasa
perlu untuk mempelajari penulisan ilmiah agar mereka kemudian dapat menuliskan
artikel ilmiah yang bereputasi. Sedangkan bagi anggota FLP yang non akademik,
workshop penulisan jurnal ilmiah ini juga sangat bermanfaat bagi mereka ketika
nantinya ada kompetisi-kompetisi artikel ilmiah. Bersyukur sekali program
tersebut sejalan dengan program layanan LMI di bidang profesi atau keahlian.
Tuh ‘kan? IRT ternyata juga tetap bisa berkembang dengan kemampuan yang dimilikinya. Mari meluaskan manfaat bersama LMI. Selain layanan keahlian, LMI juga menyediakan modal usaha bagi masyarakat. Dan pendampingan bagi keberlangsungan usaha para mualaf.
Buatlah dirimu produktif untuk cita-cita yang lebih besar dari dalam rumah. Menjadi IRT akan lebih mulia dan berbahagia jika bisa memaksimalkan potensinya sebagai istri, ibu, dan tetap bermanfaat untuk sekitarnya.
Ketiga, pandailah membuat jadwal. Siapa yang trauma dengan membuat jadwal harian? Tabel white board saya yang berisi jadwal harian di rumah ada di 2 tempat, yaitu di kamar dan ruang belajar, tapi semua kegiatan saya melenceng dari jadwal tersebut. Hehe.
Namun, bukan berarti saya trauma terhadap jadwal. Pepatah mengatakan orang yang sukses adalah mereka yang memiliki perencanaan matang. Saya tetap membuat jadwal. Seminimal mungkin hal-hal rutin seperti bangun jam 3 pagi dan tidur jam 9 malam terpenuhi. Selebihnya, tugas harian seperti belanja, memasak, menjemur atau target pribadi seperti membaca Al-Qur’an selalu tidak sesuai dengan jam yang saya tetapkan. Maksudnya, tugas tersebut tetap saya jalankan di hari itu hanya saja waktunya bergeser dari jadwal yang tertulis.
Memang sulit bagi IRT memiliki jadwal harian. Semua dihadapkan dengan kondisi yang tidak terprediksi. Terkadang kita sudah berencana membaca Al-Qur’an selepas salat wajib, tapi ketika anak-anak rewel meminta ini dan itu tentu pikiran kita tidak akan konsentrasi. Alhasil membaca Al-Qur’an saya lakukan di waktu-waktu senggang sambil mengawasi bungsu saya bermain. Apalagi saat bulan Ramadan seperti ini, rasanya saya harus mengumpulkan tenaga untuk mengejar target khatam tilawah Al-Qur’an.
Nah, terkait menggiatkan tilawah di bulan Ramadan, pada Senin (27/3/2023), LMI perwakilan Jawa Timur 2 Bangkalan menyalurkan 10 paket Al-Qur’an di Dusun Rongdalem, Kelurahan Kraton.
Musala
Al Amin Rongdalem awalnya sangat kumuh dan hendak roboh. Sebelum Ramadan, warga
memang memperbaiki musala agar dapat difungsikan untuk tempat ibadah selama
puasa. Tapi ala kadarnya. Keadaan setelah rehab musala pun masih kosong, tidak
ada Al-Qur’an
sama sekali. Alhamdulillah, kini kondisi musala Al Amin telah sepenuhnya
direhab dan tadarus Al-Qur’an berjalan dengan lancar. LMI merespon keprihatinan
sosial dengan mengambil sikap dan sudut pandang sebagai seorang muslim sejati
agar secuil rasa kemanusiaan dapat melahirkan kebaikan yang berdampak luas dan
berkelanjutan. MasyaAllah.
Well,
kembali lagi bahwa IRT seringkali berada dalam kasus tidak disiplin terhadap
jadwal. Namun, sebaiknya IRT harus tetap berada dalam satu perencanaan. Paling
tidak, ia merencanakan pula kapan saatnya me
time untuk menghibur dirinya sendiri.
Jika hari ini target kita menyelesaikan tugas A, maka lakukanlah semaksimal
mungkin target tersebut sehingga terpenuhi. Jika terpaksa tugas A tidak dapat
terkejar, setidaknya kita masih memiliki catatan di hari berikutnya untuk
menyelesaikannya. Dengan kata lain, IRT harus mempunyai jadwal program. Lalu
pandailah dalam menerapkan jadwal tersebut. Berusahalah berdisiplin. Perkara
program tersebut tertunaikan atau tidak, yang jelas IRT telah membuat suatu
acuan agar ia tidak terjerumus kepada kepenatan.
Keempat,
jagalah semangat diri. Salah satu tetangga saya, Bu Ismin yang juga
seorang tokoh masyarakat adalah perempuan yang tak pantang menyerah menyerukan
dakwah kepada emak-emak meskipun di usianya yang senja. Bukan saja soal
usianya, tapi kondisi tubuhnya pasca kecelakaan yang harus dipasang pen di
banyak titik tubuh juga tidak mematahkan semangatnya untuk mengajar majelis
taklim bagi ibu-ibu sekitar. Kini kaki kiri Bu Ismin harus di implan robotik
mirip serial Nussa.
Selain majelis taklim, Bu Ismin
membuka rumah tahfiz untuk anak yatim, menjadi orang tua asuh bahkan sampai
mengadopsinya. Setiap Jumat, beliau juga menyediakan nasi berkah yang
dimasaknya sendiri. Tidak hanya itu, setiap pagi, teras rumahnya diserbu warga
kampung yang ingin mengambil baju-baju layak pakai sampai baru secara gratis.
Bu Ismin seorang single mother, dengan dua putri dan satu putra yang telah dewasa.
Saat ini ia tengah mengasuh 2 anak yatim yang masih sekolah dasar. "Saya
sanggup mengasuh dan menyekolahkan 6 anak yatim insyaallah," katanya tegas
meski keadaan ekonominya juga terbatas.
Ya, dia tidak pernah menghitung soal
ekonomi. Yang ia lakukan hanya terus berikhtiar mencari nafkah dan tidak takut
kehabisan materi. Suatu ketika ia hendak membeli rumah untuk yayasannya tanpa
memegang uang sepeser pun. Dengan yakin ia bernegosiasi dan qodarullah jalan
untuk mendapatkan uang terbuka satu per satu lewat arah yang tiada disangka.
Tidak tanggung-tanggung komisi yang ia dapatkan dari menjualkan apartemen
kawannya di Malaysia di masa silam. Ini yang namanya rezeki. Inilah balasan
Allah atas niat baik yang tersimpan dalam diri Bu Ismin.
Darinya, saya belajar banyak
pengalaman hidup. Tentang ikhtiar, tawakal, dan tak mudah menyerah. Satu hal
yang paling penting yaitu keyakinan kepada Allah. "Saya hanya ingin
menjadi orang bermanfaat untuk bekal mati," pungkasnya.
Sekelumit kisah Bu Ismin ini saya
hadirkan setelah lawatan saya ke rumah beliau. Bagi saya sangat menarik untuk
dituliskan agar saya selalu ingat nasihatnya. Bu Ismin seorang IRT
multitalenta. Jika beliau bisa berjuang dalam keterbatasannya, mengapa saya
harus lemah pada keadaan sempurna? Mari bersemangat menjadi IRT kuat-IRT hebat
dalam membersamai keluarga.
Seperti halnya Bu Ismin, program unggulan LMI adalah pendidikan untuk
negeri. Salah satu programnya yaitu Rumah Pintar, pembinaan secara berkala dan
terprogram untuk anak yatim duafa sehingga mereka yang mendapakan bantuan
beasiswa mempunyai mental dan akhlak Islam yang baik. Pembinaannya pun tidak
hanya sebatas anaknya saja tetapi juga orang tuanya.
Harapan pembinaan tersebut agar anak dan orang tua mempunyai
pandangan yang sama terkait pentingnya pendidikan. Desa Pecabean Kecamatan
Candi Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu desa binaan LMI. Penerima beasiswa
Pintar LMI berjumlah 16 anak yang berusia SD-SMP. Adapun pembinanya adalah kawan
saya sendiri, seorang dokter yang berdomisili di desa tersebut yang rela
meluangkan waktu untuk membina anak-anak dan sekaligus orang tuanya.
MasyaAllah.
So, apapun profesi kita, khususnya IRT, satu hal yang harus ada dalam diri, lakukanlah semuanya dengan
tulus. Sebab, rasa ikhlas yang kita tumbuhkan ketika menjalankan peran dan tugas
sebagai IRT akan melahirkan kesabaran yang luar biasa. Kesabaran itu pula yang
akan membawa kita pada rasa syukur yang menciptakan kebahagiaan. Seperti itu
pula LMI berkarya.[]
***
Media sosial penyelenggara lomba:
Website: lmizakat.id
Instagram: instagram.com/lmizakat
Facebook: facebook.com/lmizakat.org
Tulisan ini diikutsertakan
dalam Lomba Blog “Meluaskan Manfaat” yang diselenggarakan oleh Lembaga
Manajemen Infaq dan Forum Lingkar Pena. Foto
bersumber dari koleksi pribadi penulis dan dokumen LMI. Sedangkan olah grafis
dilakukan secara mandiri oleh penulis.
0 Komentar