Resensi ke-2

 

doc. pribadi


Judul                : Kasih Sejuta Bunda

Penulis             : Lisma Laurel, S. Gegge Mappangewa, dkk.

Penerbit           : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : I, April 2020

Tebal               : 144 halaman; 20 cm

ISBN               : 978-623-253-000-3

Harga              : Rp. 39.000,00


Character Building, Modal Tumbuh Kembang Anak  

 

            Tidak mudah bagi orang dewasa menyelami dunia anak-anak, apalagi menuliskannya dalam bentuk cerita yang berkarakter. Beragam kisah yang tersaji dalam buku ini mengajarkan pembaca khususnya anak-anak agar memiliki jiwa dan mental untuk berbuat kebaikan yang kuat. Karakter ini menjadi modal utama dalam perkembangan pola pikir anak-anak. Mereka akan terbiasa berpikir matang sebelum bertindak sesuai perkembangan usianya.

            Lisma Laurel dalam ceritanya berjudul “Kasih Sejuta Bunda” mengisahkan Clara yang kehilangan ibu kandungnya, tapi ternyata ia mempunyai sejuta ibu yang terdiri dari Ayah yang akan belajar menjadi ibu dan ibu teman-temannya yang sangat perhatian serta menyayanginya seperti anak sendiri. Clara yang semula bersedih menjadi terhibur karena banyak orang menyayanginya. Ia menjadi anak yang lebih kuat dan tegar. Kepada anak-anak, Lisma menyadarkan satu hal bahwa penting bagi mereka untuk senantiasa berpikir positif terhadap setiap keadaan.

            Senada dengan Lisma Laurel, cerita “Sarabba Kakek Agung” karya S. Gegge Mappangewa juga mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak berburuk sangka kepada orang lain.

Ketakutan kami perlahan hilang. Benar yang dikatakan ayah, Kakek Agung sebenarnya tidak jahat. Kamilah yang selama ini tidak berani mendekat padahal dia ingin sekali akrab dengan kami (hal 112).

            Kesadaran berpikir dan bertindak positif inilah yang akan mengantarkan anak-anak untuk senantiasa bersyukur dan ikhlas menjalani kehidupan. Seperti kisah Dio yang semula menyisakan nasi di piringnya, akhirnya tersadar setelah mendengar cerita dari kakek sahabatnya. Dio tercenung mendengar kata-kata Kakek Faiz barusan. Tiba-tiba saja ia teringat ibu yang selalu menyuruhnya menghabiskan nasi saat makan. Ibu selalu bilang tidak baik memubazirkan makanan. Ah, jika ibu yang bukan petani saja sangat menghargai jerih payah para petani, bagaimana, ya, perasaan petaninya kalau hasil jerih payahnya hanya dibuang-buang seperti yang dia lakukan tadi? (hal 124). Demikianlah Aniyati mengisahkan ceritanya yang berjudul “Nasi Hukuman.”

            Kisah haru tentang Nada yang kehilangan kakak perempuannya dalam cerita “Nada yang Tak Biasa” karya Sinta Nuriyah tak kalah membangun jiwa. Nada mampu membangkitkan semangat ibunya yang larut dalam kesedihan.

            “Bunda, Osi pergi buka untuk meninggalkan Bunda. Tetapi dia masih dirawat oleh kakak-kakak ini, agar menjadi kucing yang lebih sehat dan bersih. Osi senang, loh, dengan keadaan barunya sekarang,” sahut nada dengan wajah ceria.

            “Sama seperti Kak Fira. Dia pergi bukan untuk meninggalkan Bunda. Masih ada Allah yang sayang dengan Kak Fira. Kakak pasti bahagia seperti Osi.”

            Seketika itu juga, Bunda langsung memeluk Nada dengan erat. Sekarang, Bunda telah mengerti apa arti keikhlasan. Suatu hal besar yang diajarkan dari putri kecilnya. Sekarang dia bisa melepas kepergian anak pertamanya dan tidak akan diselimuti kesedihan lagi. Dia masih mempunyai Nada yang terus mengalun dalam hidupnya (hal 93-94).

            Mengingat hal-hal menyenangkan saat sedih memang membuat hati jadi riang dan menimbulkan semangat, demikian yang dituturkan Saptorini dalam kisahnya yang berjudul “Kotak Ajaib Milik Juro.” Bagi Juro, menuliskan hal yang menyenangkan lalu menyimpannya dalam sebuah kotak kenangan adalah satu cara membuatnya tersenyum. Setiap malam ia membaca dan menulis kejadian yang baik. Paginya, ia bersemangat untuk bangun dan menyambut hari.

Membangun karakter pada anak yang paling sederhana adalah dimulai dari diri sendiri dan dari hal yang kecil. Semakin sering dibiasakan dan diajarkan kebaikan kepadanya maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut. Dengan demikian anak-anak akan jauh dari karakter lemah dan minder. Lebih lanjut Saptorini memberikan pesan tekad dan semangat pada cerita “Rainbow Rose.”

Ross? Ah, dia tidak punya hal istimewa. Orang lain tak akan merasa kehilangan dia kalau tak ada dirinya. Aduuuh, kenapa aku berpikir jelek begini? Ross menepuk dahinya. Padahal teman-teman sekamarnya selalu baik padanya selama ini. Mereka tak pernah meninggalkan Ross sendirian. Karena itulah, Ross tak ingin jadi anak yang biasa-biasa saja. Dia harus punya sesuatu yang berguna (hal 47).

Buku ini berisi 11 kisah seputar character building pada anak yang ditulis oleh para juara dan finalis Kompetisi Menulis Indiva 2019. Kisah-kisah di dalamnya sungguh inspiratif. Melalui buku ini, orang tua dapat menanamkan nilai-nilai kepribadian, membangun imajinasi dan merangsang kecerdasan anak sehingga mereka memiliki jiwa positif dalam tumbuh kembangnya. (*)

           

Peresensi: Tyas W. 

Posting Komentar

0 Komentar