Bismillah alhamdulillaahiladzi bini’matihi tatimmusshoolihaati
Dengan nama Allah, segala puji hanya bagi Allah yang
dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Secuil tulisan ini mungkin akan menjadi kenangan, mungkin juga menjadi hikmah bagi siapa pun yang membacanya, terkhusus bagi para Bunda yang hendak melakukan perjalanan berkah ke tanah suci tanpa mengajak anak-anak. Hmm, bisa dibayangkan ya keriuhan saat persiapan, saat berangkat, dan kepulangan.
Tapi sebelum itu, kita sharing dulu ya. Apa sih alasan Bunda melakukan perjalanan umroh di tengah usia anak-anak yang masih kecil? Apakah anak-anak diajak sekalian? Tidak. Nah lho, kasihan ‘kan? Tapi kalau diajak bisa-bisa Ayah/Bunda tidak fokus ibadah, yang ada pasti disibukkan dengan kerewelan ananda. Bukan soal itu saja, biaya perjalanan umroh bersama seluruh keluarga tentu juga menjadi pertimbangan. Mungkin kalau mereka sudah beranjak gedhe, itu lebih baik, sehingga bisa sama-sama fokus. Pun jika harus mengeluarkan biaya yang besar. Ah, semoga suatu hari nanti kita semua bisa berumroh/haji bersama anak-anak ya Moms. Oke, kembali pada alasan melakukan perjalanan umroh tanpa mengajak anak-anak. Ini ‘kan bukan haji. Kok seakan memaksakan diri berumroh meninggalkan anak-anak yang masih balita. Kalau haji mungkin masih bisa dimaklumi untuk tetap berangkat karena sudah sabar menanti berpuluh tahun. Tapi kalau umroh, mengapa tidak ditunda dulu?! Nanti kita bahas ya di artikel berikutnya.
Hmm, pertanyaan itu yang sesungguhnya berdatangan ketika sebagian keluarga dan teman mengetahui keberangkatan saya.
Jadi, awalnya pak suami tiba-tiba bersiap lahir batin untuk umroh tahun ini. Hatinya tidak bisa dikompromi, sudah bulat ingin berziarah ke tempat kanjeng Nabi. Sepertinya ada doa-doa yang ingin dipanjatkan ya. Lalu, how about me? Tentu saja keinginan menginjak kaki ke tanah suci sudah terbesit sejak lama. Menyaksikan satu per satu teman yang berangkat ke Mekah Al Mukaromah sungguh membuat haru untuk selalu menitipkan doa agar saya turut menjadi tamu Allah.
Dan, mendengar suami akan umroh, saya hanya bisa “ngiler”. Ia sebenarnya tahu, saya juga ingin berangkat, tapi ia sadar tidak mungkin saya meninggalkan anak-anak yang masih balita. Dengan penuh kelembutan, suami meyakinkan saya untuk bersabar dulu. Meski saya sempat merayu agar suami menunda keberangkatan itu agar kami bisa berangkat bersama sembari menunggu anak-anak beranjak remaja. Sekali lagi, sepertinya ada doa-doa pak suami yang ingin dipanjatkan ya sehingga niatan itu tidak bisa diganggu. Saya jadi teringat, seorang kawan yang suaminya juga berumroh tanpa dirinya. Teman saya mengikhlaskannya, sebab di tanah suci, suaminya berdoa sepenuh malam agar kelak mereka bisa berumroh bersama dan anak-anaknya menjadi penghafal Al-Qur’an. MasyaAllah, dan doa-doa itu terijabah, kesemua anaknya menjadi penghafal Al-Qur’an.
Kisah itu yang kemudian membuat saya luluh. Ikhlas begitu saja melihat suami mendaftar umroh. Toh, saya yakin pahala merawat anak-anak pasti setara dengan pahala umroh. Bahkan bisa jadi lebih dari itu sebab kemuliaan seorang ibu tiada tergantikan.
Singkat cerita, pak suami berpamitan kepada ibunya bahwa ia akan berumroh sendirian. Tanpa terduga, ibu mendesak, jangan berangkat jika tanpa saya. MasyaAllah, ibuuu. Di ponsel itu, ibu berpesan agar jangan khawatir soal anak-anak, ibu akan menjaganya sejenak. MasyaAllah, ibuuu. Saya speachless. Dan suami saya tunduk, ia tidak bisa membantah ibunya. Tiada kata terbaik untuk ibuuu, selain doa semoga Allah selalu melimpahkan kesehatan untuk ibu. Rasanya campur aduk. Antara senang, khawatir, dan tidak percaya. Saya berumroh tahun ini? Tidak terbayang sebelumnya jika undangan itu hadir di tahun ini perantara ibu. Alhamdulillah Bapak dan Ibu mertua telah berhaji, pun berumroh sehingga beliau berharap saya bisa menemani suami. Hadza min fadli Rabbi.
Pikiran saya kembali tertuju kepada anak-anak kembali, terutama si kecil yang masih berusia 2 tahun. Mulailah suami meyakinkan, agar saya berpasrah sepenuhnya kepada Allah. Ya, Allah adalah sebaik-baik penjaga-pelindung bagi anak-anak dan keluarga. Bismillah, dan taraaa beginilah persiapan kamiii menjelang keberangkatan…
- Siapkan segala kebutuhan
anak-anak
Jangan
salah, pergi tanpa mengajak anak-anak juga membutuhkan usaha yang cukup ruwet
untuk mempersiapkannya ya Moms. Mulai dari keperluan mereka sehari-hari seperti
pakaian yang sudah harus tertata rapi di lemari sampai pada jajanan yang mereka
sukai. Tidak risau jika pakaian di lemari sudah tertata sebagaimana mestinya.
Hanya saja terkadang anak-anak ketika mengambil pakaian sesuka hati sehingga
tumpukan pakaian yang semula rapi menjadi acak-acakan. Oleh karena itu, bisa disiasati dengan
mengelompokkan pakaian pada wadah-wadah khusus sesuai hari yang akan Moms tinggalkan.
Berikutnya
adalah menyiapkan kebutuhan popok, tisu basah, minyak angin dan obat-obatan
setidaknya penurun panas untuk si kecil jika diperlukan. Hal ini sangat penting
disiapkan keberadaannya sehingga kakek/nenek saat menjaga si kecil tidak kesulitan
mencari saat akan digunakan. Ingat, letakkan di tempat yang mudah dijangkau
oleh kakek/nenek ya Bunda.
Hal
yang paling penting lagi adalah menyediakan jajanan yang disukai anak-anak,
seperti wafer, biskuit, kripik, roti, dan susu untuk mengalihkan perhatian anak
ketika Ayah/Bunda sedang tidak membersamainya.
Aneka snack kesukaan si kecil |
- Cukupkan kebutuhan dapur
Setidaknya
untuk 10 hari ke depan, kebutuhan pokok seperti beras harus tercukupi.
Selebihnya kebutuhan sekunder seperti telur, minyak, mi instan bila perlu,
bumbu-bumbu masak, gula, garam, puding instan, dan lainnya juga harus tersedia
di dapur untuk memudahkan kakek/nenek yang menjaga cucunya ingin membuat
sesuatu tanpa harus ke pasar terlebih dulu. Sebisa mungkin, rapikan lemari
dapur dan isinya sehingga mudah dijangkau oleh kakek dan nenek.
- Persiapkan katering
untuk memudahkan orang tua dan anak-anak
Sebagai
bentuk kasih sayang kepada orang tua yang telah bersedia menjaga cucunya ketika
Ayah/Bunda pergi, alangkah baiknya jika Bunda telah memesan menu makanan untuk
dikirim setiap hari selama Bunda tidak membersamai mereka. Sebab, hal ini akan
lebih meringankan tugas orang tua Bunda ketika merawat cucu. Jangan sampai
orangtua merasa kewalahan sebab menjaga cucu-cucunya yang masih balita kemudian
justru membuat mereka lupa makan karena tak sempat memasak. Saya sendiri
terkadang mengalami hal itu lho, karena sudah lelah bermain dengan anak-anak
sehingga malas memasak dan terlewat jam makan. Hehe. Pola yang demikian justru
tidak sehat ya. Seharusnya saya sebagai ibu mesti bisa menyiapkan segalanya,
mulai dari memasak sampai menjaga anak-anak. Well, kasus lupa makan
hanya berhenti pada saya saja ya. Untuk orang tua yang menjaga cucu, sebaiknya
tidak terjadi. Sebaliknya, sebisa mungkin selama Ayah/Bunda tidak di rumah,
segala keperluan orang tua dan anak-anak tercukupi dengan baik.
- Packing
Yeeyyy,
saatnya packing! Percaya atau tidak, saya packing H-5 jam sebelum keberangkatan.
Terkesan terburu-buru memang, tapi kenyataan inilah waktu yang tersisa setelah
sepenuh hari-hari disibukkan dengan kegiatan lebaran. So, jam 12 malam
kami baru kelar menyiapkan koper, padahal jam 4 pagi kami sudah harus berangkat
ke bandara. Namun, alhamdulillah, semua lancar, tidak ada barang bawaan yang
terlupakan. Apa saja yang dibawa? List dari Dauroh Travel berikut akan
membantu para Moms yang akan berumroh.
- Let’s go!
Bismillahi
tawakaltu alallah, kami berpamitan kepada orang tua jam 4 pagi selepas salat
qiyamul lail. Begitulah, kami sengaja mengambil perjalanan pagi ketika si kecil
masih dalam keadaan terlelap agar tidak merasa sedih. Ya, sepuluh hari ke
depan, la baik allahumma umrotan. Sebuah perjalanan ibadah yang tidak sekedar membutuhkan persiapan material tapi juga spiritual. Bagaimana perjalanan kami selanjutnya? Jangan
lewatkan, kisah-kisah kami selama di tanah haram akan tertulis pada part
selanjutnya yaa…
Foto bersama Bapak |
0 Komentar